Kamis, 24 Maret 2011

Psychological Profiling

PSYCHOLOGICAL PROFILING

Teknik Psychological Profiling sebenarnya telah mulai digunakan secara informal sejak akhir 1940. Tujuannya adalah untuk mengungkap pembunuhan berantai (serial crime) manakala aparat penegak hukum telah mati kutu.

Psychological profiling melibatkan serangkaian proses deduktif. Prinsip kerjanya begini. Kepribadian seseorang umumnya menetap dan stabil di berbagai situasi. Sebagai contoh, individu dengan kepribadian kompulsif (serba rapi, teratur, kaku) cenderung berperilaku demikian adanya di segala aspek kehidupannya : apartemen, mobil dan meja kerjanya selalu kinclong - bersih tanpa debu, pun penampilannya juga selalu rapi. Ketika melakukan suatu tindak kejahatan, si kompulsif ini kemungkinan besar juga akan melakukannya dengan tersusun rapi, melibatkan perencanaan yang matang. Nyaris mustahil si kompulsif akan mengubah pola pikir dan perilakunya menjadi impulsif, tak terencana dan serampangan ketika melakukan aksi kriminal. Setelah mencermati pola pengeboman Metesky, Brussles menarik kesimpulan bahwa si pelaku merupakan individu dengan tipe kepribadian kompulsif, yang selalu rapi dalam segala hal, termasuk berpakaian.

Douglas dan kawan-kawan (1986) menjelaskan enam tahap dalam proses profiling:

1. Input : mengumpulkan detil dan fakta aksi kejahatan yang sedang diinvestigasi.

2. Decision process : menyusun informasi yang didapat menjadi sesuatu yang bermakna, serta menganalisa siapa yang rentan menjadi korban & resiko yang mungkin ditanggung pelaku dalam melakukan aksinya (misal, melakukan kejahatan di siang hari akan lebih beresiko cepat ketahuan ketimbang di malam hari).

3. Crime Assessment : Rekonstruksi aksi kejahatan sekaligus menganalisa motivasi si pelaku.

4. Criminal Profile : mulai membangun deskripsi profil si pelaku.

5. Investigation : menggunakan deskripsi profil sebagai petunjuk penyelidikan.

6. Apprehension : Senantiasa mencocokan informasi baru dengan deskripsi profil yang telah dibuat. Amat dimungkinkan dilakukan perubahan profil.



MENCERMATI RESIKO


Berikut adalah hal-hal yang juga amat membantu proses Psychological Profiling :

Resiko Korban : seberapa besar resiko seseorang menjadi korban kejahatan. Misalnya, untuk kasus pembunuhan dengan motif seksual, maka perempuan yang bekerja di malam hari dengan pakaian seksi lebih rentan menjadi korban.

Resiko Pelaku : seberapa besar resiko pelaku akan tertangkap ketika melakukan aksi kejahatannya. Kejahatan yang dilakukan di siang bolong, di tengah pemukiman padat penduduk, tentunya akan lebih mudah terdeteksi polisi.

Eskalasi : Pada awal berkarir, pelaku kriminal umumnya memulai aksinya dengan kejahatan tingkat ringan. Lambat laun, aksi ini akan meningkat menjadi lebih 'kejam'.

Panggung : Pelaku cenderung melakukan aksi panggungnya sedemikian rupa untuk mengelabui penyelidikan polisi. Misalnya, seorang suami yang membunuh istrinya setelah bertengkar hebat, akan memanipulasi jasad korban hingga tampak sebagai korban pemerkosaan (pembunuhan yang disertai pemerkosaan). Dengan demikian, sang suami berharap polisi tidak akan mencurigai dirinya.

Waktu, lokasi, dan modus operandi.

Arsenik

Sejarah kriminal mencatat, bahwa peracunan dengan arsen merupakan peracunan yang paling sering dilakukan orang (meliputi 31 % dari pembunuhan dengan peracunan) dan telah dipraktekkan sejak jaman Romawi.

Ada beberapa alasan mengapa racun ini banyak dipergunakan oleh para pembunuh. Pertama, karena sifat racunnya yang tidak berasa, tidak berwarna dan tidak berbau, membuat racun ini relatif tidak mudah diketahui oleh korbannya jika arsen dicampurkan pada makanan dan minuman.

Kedua, racun ini mempunyai efek seperti penyakit biasa, terutama penyakit muntaber, sehingga pembunuhnya seringkali dapat mengelabui orang lain, yang menduga korban meninggal karena penyakit muntaber atau kolera. Kenyataannya, memang banyak dokter dan keluarga korban yang terkecoh menyangka korban meninggal karena penyakit muntaber dan bukan karena diracun, apalagi jika kejadian muntebernya telah berlangsung lama dan berulang kali. Akan tetapi, seorang dokter yang berpengalaman dan waspada, tidak mudah terkecoh, dan akan memikirkan kemungkinan keracunan arsen pada kasus tersebut.

Ketiga, racun ini mudah diperoleh. Sebagai suatu bahan kimia yang umum atau biasa digunakan untuk membasmi hama, racun ini mudah diperoleh di toko kimia dan toko pertanian sehingga mudah diperoleh dan disalahgunakan oleh orang yang punya niat jahat. Orang di daerah Jawa misalnya, dapat dengan mudah membeli warangan di toko kimia, karena bahan ini merupakan bahan yang banyak digunakan untuk mencuci keris.

Meskipun demikian, dalam sejarahnya arsen sebenarnya bukanlah merupakan racun yang sempurna karena sebagai racun arsen tidak terlalu efektif. Ini artinya, tindakan meracuni orang dengan menggunakan arsen belum tentu berhasil menyebabkan kematian pada korbannya. Efek kematian yang terjadi pada arsen biasanya terjadi lambat (tidak seketika) dan menimbulkan nyeri hebat pada korban, sehingga kondisi tersebut mudah menimbulkan kecurigaan orang. Salah satu contoh peracunan arsen yang gagal adalah kasus percobaan pembunuhan terhadap raja Louise XIV dari Perancis oleh Catherine Deshayes yang menggunakan racun Inheritance Powder (La Poudre de Succession), yang merupakan koktail (campuran) dari arsen, aconitum, belladonna dan opium. Atas kegagalan usahanya tersebut, Deshayes dinyatakan bersalah melakukan percobaan pembunuhan dan dihukum siksa lalu dibakar.

Arsen juga bukan racun yang ideal karena ia merupakan racun yang mudah dideteksi. Adanya penimbunan arsen di dalam jaringan rambut dan kuku, yang merupakan jaringan yang tahan pembusukan, membuat riwayat peracunan arsen dapat dibuktikan, bahkan juga pada kasus dengan korban yang sudah tinggal tulang belulang sekalipun. Dengan melakukan pemeriksaan rambut secara fragmental dari pangkal sampai ke ujung, dan dengan memperhitungkan kecepatan pertumbuhan rambut, dokter forensik dapat menentukan sudah berapa lama dan berapa sering korban diracun sebelum akhirnya meninggal dunia.

Arsen dalam bentuk unsur bukanlah bahan yang toksik. Arsen yang merupakan racun adalah senyawa arsen. Arsen valensi 5 mudah diabsorbsi dalam saluran cerna, sementara yang bervalensi 3 bersifat lebih mudah larut dalam lemak. Senyawa arsen masuk kedalam tubuh melalui 3 cara, yaitu peroral, melalui kontak kulit yang luas dan perinhalasi melalui paru-paru.
Senyawa arsen yang paling sering digunakan untuk meracuni orang adalah As2O3 (asen tri-oksida). Arsen trioksida bersifat sitotoksik, karena menyebabkan efek racun pada protoplasma sel tubuh manusia. Racun arsen yang masuk ke dalam saluran cerna akan diserap secara sempurna di dalam usus dan masuk ke aliran darah dan disebar ke seluruh organ tubuh. Sebagai suatu racun protoplasmik arsen melakukan kerjanya melalui efek toksik ganda, yaitu :
1. Ia mempengaruhi respirasi sel dengan cara mengikat gugus sulfhidril (SH) pada dihidrolipoat, sehingga menghambat kerja enzim yang terkait dengan transfer energi, terutama pada piruvate dan succinate oxidative pathway, sehingga menimbulkan efek patologis yang reversibel. Efek toksik ini dikatakan reversible karena dapat dinetralisir dengan pemberian dithiol, dimerkaptopropanol (dimercaprol, BritishAnti-Lewisite atau BAL) yang akan berkompetisi dengan arsen dalam mengikat gugus SH.Selain itu sebagian arsen juga menggantikan gugus fosfat sehingga terjadi gangguan oksidasi fosforilasi dalam tubuh
2. Senyawa arsen mempunya tempat predileksi pada endotel pembuluh darah, khususnya di dearah splanknik dan menyebabkan paralisis kapiler, dilatasi dan peningkatan permeabilitas yang patologis. Pembuluh darah jantung yang terkena menyebabkan timbulnya petekie subepikardial dan subendokardial yang jelas serta ekstravasasi perdarahan. Efek lokal arsen pada kapiler menyebabkan serangkaian respons mulai dari kongesti, stasis serta trombosis sehingga menyebabkan nekrosis dan iskemia jaringan
Didalam darah, arsen yang masuk akan mengikat globulin dalam darah. Dalam waktu 24 jam setelah dikonsumsi, arsen dapat ditemukan dalam konsentrasi tinggi di berbagai organ tubuh, seperti hati, ginjal, limpa, paru-paru serta saluran cerna, dimana arsen akan mengikat gugus syulfhidril dalam protein jaringan. Sebagian kecil dari arsen yang menembus blood brain barrier. Didalam tulang arsen menggantikan posisi fosfor, sehingga arsen dapat dideteksi didalam tulang setelah bertahun-tahun kemudian.
Sebagian arsen dibuang melalui urin dalam bentuk methylated arsenic dan sebagian lainnya ditimbun dalam kulit, kuku dan rambut. Fakta terakhir ini penting, karena setiap kali ada paparan arsen, maka menambah depot arsen di dalam kulit, kuku dan rambut. Dalam penyidikan kasus pembunuhan dengan menggunakan arsen, adanya peracunan kronis dan berulang dapat dilacak dengan melakukan pemeriksaan kadar arsen pada berbagai bagian (fragmen) potongan rambut dari pangkal sampai ke ujungnya.

Bentuk fisik senyawa arsen yang masuk ke dalam tubuh mempengaruhi efeknya pada tubuh. Menelan senyawa atau garam arsen dalam bentuk larutan lebih cepat penyerapannya dibandingkan penyerapan arsen dalam bentuk padat. Penyerapan senyawa arsen dalam bentuk padat halus lebih cepat dibandingkan bentuk padat kasar, sehingga gejala klinis yang terjadipun lebih berat juga. Secara umum efek arsen terhadap tubuh tergantung dari sifat fisik dan kimiawi racun, jumlah racun yang masuk, kecepatan absorpsi, serta kecepatan dan jumlah eliminasi, baik yang terjadi alamiah (melalui muntah dan diare) maupun buatan, misalnya akibat pengobatan (lavase)

Arsen anorganik yang masuk ke tubuh wanita hamil dapat menembus sawar darah plasenta dan masuk ke tubuh janin. Pada keadaan ini pemberian obat BAL tampaknya aman, tetapi D-penicillamin tidak boleh diberikan karena bersifat teratogen pada janin.


Arsen secara klinis dapat menyebabkan timbulkan gejala klinis yang berbeda:

A.Sindroma paralitik akut (1,2,3)

Sindroma ini terjadi jika korban menelan senyawa arsen yang cepat diabsorpsi dalam jumlah besar dan ditandai oleh gejala kolaps sirkulasi ynag nyata, stupor dan kejang-kejang. Kematian dapat terjadi dalam beberapa jam setelah paparan arsen, diduga akibat efeknya pada pusat di medulla. Muntah dan diare mungkin tidak jelas atau tak ada sama sekali, dan temuan anatomik biasanya negatif atau hanya berupa mukosa saluran cerna yang hiperemia tanpa adanya kelainan khas lainnya. Adanya kesenjangan antara gambaran klinis yang berat dan temuan anatomi yang ringan merupakan petunjuk penting dalam penegakan diagnosis. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan cara melakukan pembuktian adanya keracunan dengan pemeriksaan toksikologi atas bahan darah, isi lambung maupun viscera.



B.Sindroma gastrointestinal (1,2,3).

Sindroma ini merupakan gambaran klasik keracunan akut arsen yang masuk per oral. Masuknya arsen ke dalam tubuh dalam dosis besar biasanya baru menimbulkan gejala keracunan akut setelah 30 menit sampai 2 jam setelah paparan racun. Gejala yang timbul berupa rasa terbakar pada uluhati, diikuti dengan mual, muntah, tenesmus, kembung, diare dengan kotoran seperti air cucian beras, yang kadang-kadang berdarah. Karena arsen yang sudah diabsorbsi diekskresikan kembali ke gaster, maka muntah yang terjadi biasanya persisten untuk waktu lama, meskipun arsen sudah terbuang lewat muntahan. Seringkali gejala ini disertai adanya kejang otot yang nyeri.

Kematian dapat terjadi dengan didahului gejala takikardi, hipotensi, kedutan otot (muscular twitching) dan kejang-kejang, yang biasanya terjadi dalam 1-2 hari atau bahkan seminggu atau lebih setelah paparan. Kadang-kadang kematian bisa terjadi dalam beberapa jam saja, sehingga bentuknya seperti tipe paralitik


Gejala klasik keracunan arsen
Kerontokan rambut: merupakan tanda keracunan kronis logam berat, termasuk arsen
Bau napas seperti bawang putih: merupakan bau khas arsen
Gejala gastrointestinal berupa diare: akibat racun logam berat termasuk arsen
Muntah: akibat iritasi lambung, diantaranya pada keracunan arsen.
Skin speckling: gambaran kulit seperti tetes hujan pada jalan berdebu, disebabkan oleh Keracunan kronis arsen
Kolik abdomen: akibat keracunan kronis
Kelainan kuku: garis Mees (garis putih melintang pada nail bed)dan kuk yang rapuh.
Kelumpuhan (umum maupun parsial): akibat keracunan logam berat

C.Intoksikasi gas arsine

Keracunan akut (kadang-kadang hiperakut) dapat terjadi akibat intoksikasi gas arsine (AsH3). Gas ini tidak berbau pada saat masih baru, tetapi kemudian berubah menjadi berbau bawang putih. Arsine merupakan senyawa arsen yang paling beracun dan di atmosfir kadarnya harus kurang dari 0,05 ppm (Maximum Allowable Concentration, MAC). Pada konsentrasi 3-10 ppm arsine dapat menimbulkan gejala dalam beberapa jam, 10 - 60 ppm berbahaya dalam 60 menit dan kadar 250 ppm dapat mematikan dalam 30 menit atau kurang

Gambaran klasik paparan arsine adalah adanya masa laten sampai 24 jam dilanjutkan oleh adanya nyeri abdomen, hemolisis dan gagal ginjal. Gejala klasik berupa sakit kepala, pusing, malaise dan lemah mungkin merupakan gejala yang muncul pertama kali. Gejala gastrointestinal meliputi mual, muntah dan nyeri abdomen. Paparan arsine yang berlanjut menyebabkan konfusion, disorientasi dan gagal jantung.
Faktor terbesar dalam toksisitas dan mortalitas arsine adalah kemampuannya untuk menyebabkan hemolisis akut yang masif, yang kecepatanya tergantung dari konsentrasi arsine dan lamanya paparan. Destruksi eritrosit terjadi dalam keadaan aerobik dan hanya mengenai eritrosit yang matur saja dan akan menyebabkan hiperkalemi, anemia, hemoglobinemia dan hemoglobinuria (urin merah gelap). Kulit yang berwarna bronz mungkin pula ditemukan, tetapi jaundice dan hepatotoksisitas jarang terjadi. Gagal ginjal diduga terjadi akibat myoglubinuria yang menyebabkan timbulnya nefrosis hemoglobinurik

D.Intoksikasi subakut dan kronik (1,2,3)

Intoksikasi subakut dan kronis dapat terjadi akibat paparan arsen dalam dosis sublethal yang berulang maupun paparan tunggal dosis besar non fatal. Paparan kronis arsen dapat terjadi akibat paparan industri maupun pekerjaan, kecerobohan dan ketidaktahuan disekitar rumah, akibat pengobatan maupun upaya pembunuhan. Arsen yang masuk ke dalam tubuh secara berulang dan tidak diekskresi akan ditimbun dalam hati, ginjal, limpa dan jaringan keratin (rambut dan kuku). Setelah penghentian paparan, arsen yang tertimbun akan dilepaskan secara perlahan dari depotnya dan menimbulkan gejala yang membandel. Keracunan arsen kronis dapat menetap berminggu-minggu sampai berbulan-bulan dengan menunjukkan satu atau lebih sindroma yang berbeda. Pada keracunan kronis gejala klinis masih dijumpai untuk waktu yang lama, meskipun paparan sudah tidak terjadi lagi. Berikut ini adalah beberapa kemungkinan gejala klinis keracunan Arsen kronis:
Gastroenteritis kronis dengan anoreksia, nausea yang tidak jelas dan diare interminten. Selain itu dapat dijumpai pula adanya rasa kecap metal pada mulut, napas berbau bawang putih, tenggorokan kering dan rasa haus yang persisten
Jaundice akibat nekrosis sel hati subakut
Neuropathi perifer motoris dan sensoris dengan paralisis, parese, anestesi, parestesi (rasa gatal, geli), dan ambliopia. Kelainan neurologis berawal di perifer dan meluas secara sentripetal. Otot halus tangan dan kaki mungkin mengalami paralisis dan sering disertai adanya kelainan tropik.
Erupsi kulit berupa perubahan eksimatoid, pigmentasi coklat (melanosis) dengn spotty leucoderma (raindrop hyperpigmentation) dan keratosis punktata pada telapak tangan dan kaki, yang tampak mirip seperti kutil (warts). Keratosis dalam jangka panjang mungkin berubah menjadi Carsinoma sel skuamosa. Carsinoma sel basal superfisial pada daerah yang unexposed dan karsinoma sel skuamiosa intra epidermal (penyakit Bowen) dapat juga terjadi pada paparan arsen jangka panjang. Pada kuku dapat dijumpai adanya stria putih transversal (garis Mee’s) akibat konsumsi arsen jangka panjang yang berlangsung beberapa bulan. Kuku yang rapuh dan kerontokan rambut juga merupakan petunjuk kemungkinan adanya keracunan arsen kronis. Dermatits eksfoliatif dapat terjadi pada intoksikasi kronis arsen organik.
Malaise dengan anemia dan hilangnya berat badan menyebabkan terjadinya kakeksia dan terjadinya berbagai infeksi. Anemia sering disertai dengan leukopenia yang berat (kurang dari 1000/cc) dan eosinofilia relatif.
Nefrosis dengan albuminuria yang jelas.

Thanatologi->Ilmu tentang kematian

THANATOLOGI
DEFINISI
� Berasal dari kata thanatos : yang
berhubungan dengan kematian, logos : ilmu
� Thanatologi : ilmu yang mempelajari tentang
kematian dan peruahan yang terjadi setelah
kematian serta faktor yang mempengaruhi
perubahan tersebut.
MATI
� Mati : penghentian penuh menyeluruh dari
semua fungsi vital tanpa kemungkinan
dihidupkan lagi
� Ada beberapa istilah :
� Mati suri
� Mati somatik
� Mati seluler
� Mati serebral
� Mati batang otak
� Mati klinis
MATI SURI
( Apparent death/ Suspended animation )
� Adalah penurunan fungsi organ vital
sampai taraf minimal yang reversibel
� Diketahui ternyata hidup lagi setelah
dinyatakan mati
� Mati suri sering ditemukan pada kasus
keracunan obat tidur, tersengat listrik atau
tersambar petir,dan tenggelam.
MATI SOMATIS
� Adalah keadaan dimana fungsi ketiga
organ vital ( sistem saraf pusat, sistem
kardiovaskuler dan sistem pernafasan )
berhenti secara menetap (ireversibel)
� Pada klinis tidak ditemukan :
1.Sistem saraf
� Refleks-refleks fisiologis dan patologis
� Tonus otot ? sehingga terkesan tubuh saat
diangkat berat ( relaksasi primer )
2.Sistem pernafasan
� Tak tampak gerakan dada
� Tak teraba udara keluar masuk hidung
� Bulu / serat halus yang ditaruh di depan hidung tidak
bergerak
� Tak terdengar suara aliran udara di depan hidung, di
trakea, di dada
3. Sistem kardivaskuler
� EEG mendatar
� Nadi tidak teraba
� Iktus kordis negatif
� Denyut jantung tidak terdengar
MATI SELULER
� Adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang
timbul beberapa saat setelah kematian somatis
� Kerusakan terjadi pada semua organela sel
terakhir pada mitokondria
� Daya tahan hidup masing-masing organ atau
jaringan berbeda-beda sehingga terjadinya
kematian seluler pada tiap organ atau jaringan
tidak bersamaan
MATI SEREBRAL
� Kerusakan kedua hemisfer otak yang
ireversibel kecuali batng otak dan
serebelum, kedua sistem lain masih
berfungsi dengan bantuan alat
MATI BATANG OTAK
� Kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial
yang reversibel, termasuk batang otak dan
serebelum
� Tanda awal :
� Relaksasi primer
� Berhentinya pernafasan
� Berhentinya sirkulasi darah
� Kulit pucat
� Reflek kornea dan cahya (-)
� Tanda lanjut :
� Algor mortis ( penurunan suhu )
� Livor mortis ( lebam mayat )
� Rigor mortis ( kaku mayat )
� Dekomposisi (pembusukan )
� Maserasi
� Mumifiksai
� Saponifikasi
ALGOR MORTIS
� Adalah penurunan suhu mayat
� Suhu mayat dapat berubah karena
� Ada beda suhu tubuh dengan suhu lingkungan
� Tubuh sudah tidak ada metabolisme
� Tidak ada sirkulasi yang meratakan suhu tubuh
� Dipengaruhi oleh : baju, usia,sakit sebelumnya,
dan lingkungan
� Proses pemindahan panas melalui : konduksi,
radiasi dan evaporasi
Faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya
penurunan suhu tubuh mayat :
� Besarnya perbedaan suhu tubuh mayat dengan lingkungan
� Suhu tubuh mayat saat mati
� Aliran udara makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat
� Kelembaban udara makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat
� Konstitusi tubuh pada anak dan orang tua makin mempercepat
penurunan suhu tubuh mayat
� Aktivitas sebelum meninggal
� Sebab kematian
� Pakaian tipis makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat
� Posisi tubuh dihubungkan dengan luas permukaaan tubuh yang
terpapar.
Cara melakukan penilaian algor mortis:
� Tempat pengukuran suhu memegang peranan penting
� Dahi dingin setelah 4 jam post mortem
� Badan dingin setelah 12 jam post mortem
� Suhu organ dalam mulai berubah setelah 5 jam post
mortem
� Bila mayat mati dalam air, penurunan suhu tubuhnya
tergantung dari suhu, aliran dan kaeadaan airnya
� Berbagai skala waktu diajukan dengan rumus :
= 98,4 F - suhu rectal F
1,5 F
LIVOR MORTIS
(lebam mayat )
� Adalah warna yang muncul pada kulit orang
yang sudah mati
� Patofisiologi : adanya gravitasi bumi sehingga
darah menempati bagian tubuh terbawah,
intensitas dan luasnya berangsur-angsur
bertambah sehingga akhirnaya menetap.
Membentuk warna merah ungu ( livide )
Livor mortis terjadi karena :
� Ekstravasasi dan hemolisis sehingga
hemoglobin keluar
� Kapiler sebagai bejana berhubungan
� Lemak tubuh mengental saat suhu tubuh
menurun
� Pembuluh darah terjepit ole otot saat rigor
mortis
� Waktu terjadinya livor mortis :
� terjadi setelah mati somatis dan tampak 20-30
menit kemudian
� Dengan penekanan hilang ? < 6-10 jam
� ditekan tidak dapat hilang lagi ? n> 6 � 10
jam
Ada 5 warna lebam mayat yang dapat kita gunakan
untuk memperkirakan penyebab kematian :
� Merah kebiruan merupakan warna normal lebam
� Merah terang menandakan keracunan CO,
keracunan CN atau suhu dingin
� Merah gelap menunjukkan asfiksia
� Biru menunjukkan keracunan nitrit
� Coklat menandakan keracunan aniline
5 macam interpretasi Livor mortis :
� Tanda pasti kematian
� Menaksir saat kematian
� Menaksir lamam kematian
� Menaksir penyebab kematian
� Posisi mayat setelah terjadi lebam bukan
pada saat mati
Perbedaan livor mortis dan luka memar
Livor mortis Luka memar
lokasi Bagian tubuh terendah Sembarang tempat
pembengkakan Tidak ada Sering ada
Bila ditekan Hilang / Tidak
(tergantung waktu )
Tidak hilang
Incisi di tempat
bintik merah lalu
disiram air
Intravaskuler ( warna merah
darah akan segera hilang )
Ekstravaskuler
( warna merah darah
tidak hilang )
histologis epidermal subepidermal
RIGOR MORTIS
( kaku mayat )
� Patofisiologi rigor mortis :
� Terjadi bila cadangan glikogen habis ? aktin
dan miosin menggumpal
� Dimulai dari otot kecil ke arah dalam dan
menghilang juga dari otot kecil ( proteolisis )
� Bila otot dipaksa diregangkan maka otot akan
robek
� Dapat disertai atau tidak disertai pemendekan
serabut otot
Perubahan kekakuan pada mayat :
� Relaksasi primer : 2-3 jam setelah
kematian
� Rigor mortis
� Relaksasi sekunder
Skala waktu rigor mortis :
� Kurang dari 2-4 jam post mortal belum
terjadi rigor mortis
� Lebih dari 3-4 jam post mortal rigor mortis
mulia tampak
� Rigor mortis maksimal 12 jam post mortal
� Rigor mortis dipertahankan selama12 jam
Rigor mortis menghilang 24-36 jam post
mortal
Faktor yang mempengaruhi rigor mortis :
� Aktivitas pre mortal, mempercepat kaku
� Suhu tubuh tinggi, mempercepat kaku
� Bangun tubuh dengan otot athletis,
memperlambat akku
� Suhu lingkungan tinggi, mempercepat kaku
Kekakuan yang menyerupai rigor mortis :
� Cadaveric spasm
?kekakuan yang timbul pada saat kematian dan
menetap sesudah kematian akibat hilangnuya ATP
lokal saat mati karena kelelahan atau emosi yang
hebat sesat sebelum mati
� Heat stiffening
? kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin
sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh dan
pemadatan jaringan lemak subkutan sampai otot
� Cold stiffening
? kekakuan otot akibat koagulasi protein karena
panas sehingga serabut otot memendek dan terjadi
fleksi sendi.Misalnya pada mayat yang tersimpan
dalam ruangan dengan pemanas ruangan dalam
waktu yang lama.
DEKOMPOSISI (pembusukan )
� Degradasi jaringan terutama protein akibat kerja
bakteri akan terbentuk gas H2S dan HCN selain asam
amino dan asam lemak dan akibat autolisis (
pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam
keadaan steril )
� Terjadi segera setelah kmatian seluler, baru tampak �
24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada perut
kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih
cair dan penuh dengan bakteri serta terletak dekat
dengan dinding perut.
� Faktor yang mempengaruhi pembusukan :
bakteri, udara, kelembaban,air, suhu optimum
(21-37 C)
� INTERPRETASI :
Lamanya kematian, tergantung pada derajat
pembusukan.Lalat yang hinggap pada tubuh
yan membusuk pada 18 jam post mortal dan
bertelur setelah 8 jam kemudian.
MASERASI
� Adalah perubahan yang terjadi pada mayat yang mati
dalam kandungan yang mengandung dekomposisi protein
steril akibat proses autolisis
MUMIFIKASI
� proses dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga
terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat
menghentikan pembusukan
� Jaringan menjadi keras dan kering , warna gelap, keriput
dan tidak membusuk
� Syarat terjadinya mumifikasi :suhu tinggi, kelembaban
rendah,aliran udara tinggitubuh dehidrasi dan waktu yang
lama.
SAPONIFIKASI
� Terbentuk bahan berwarna keputihan , lunak atau
berminyak berbau tengik.
� Hidrogenisasi asam lemka tak jenuh yang timbul
akibat pemecahan lemak tubuh oleh bakteri
� Terbentuk pertama kali pada lemak superfisial
bentuk bercak, di pipi, di payudara, bokong
bagian tubuh atau ekstremitas.
� Manfaat : perkiraan saat kematian, perkiraan
sebab kematian, posisi terakhir saat kematian.